KoranMalut.Co.Id - Pasca melakukan kunjungan pengawasan (reses) pada 29 Oktober–17 November 2024, DPD-RI kembali menggelar Sidang Paripurna ...
KoranMalut.Co.Id - Pasca melakukan kunjungan pengawasan (reses) pada 29 Oktober–17 November 2024, DPD-RI kembali menggelar Sidang Paripurna ke-8 dengan agenda (1) Pembukaan Masa Sidang II Tahun 2024/2025, (2) Pidato Pembukaan awal Masa Sidang II, dan (3) Penyampaian Laporan Kegiatan Kunjungan Pengawasan Anggota DPD-RI di daerah pemilihan masing-masing. Sidang Paripurna yang berlangsung pada 19 November di Gedung Nusantara V DPD-RI ini dipimpin oleh Ketua DPD-RI Sultan Najamudin, Wakil Ketua Ratu Hemas, dan Wakil Ketua Tamsil Linrung.
*Dr. R. Graal Taliawo, S.Sos., M.Si. anggota Komite II menyampaikan berbagai permasalahan yang dijumpai di Maluku Utara sesuai agenda Komite II, yakni pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batu Bara berkaitan hilirisasi mineral dan batubara serta Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan serta Perubahannya dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Mengawasi secara ketat kebijakan hilirisasi mineral dan batu bara
Anggota DPD yang biasa disapa Dr. Graal menyuarakan aspirasi yang disampaikan masyarakat kepadanya ketika masa kunjungan pengawasan kemarin. Pertama mengenai deforestasi di Maluku Utara (khususnya Halmahera Timur, Halmahera Tengah, dan Halmahera Selatan) yang dari tahun ke tahun meningkat untuk aktivitas pertambangan. Mereka mengeluhkan bahwa aktivitas pertambangan menyebabkan banjir rob serta pencemaran lingkungan hidup (air dan udara). Ia meminta perhatian serius Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atas permasalahan ini. “Pemerintah Pusat perlu mengawasi secara ketat dan konsekuen pelaksanaan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) setiap perusahaan tambang dan Pemerintah Daerah harus menerbitkan regulasi turunan terkait Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) untuk setiap perusahaan tambang,” tegasnya.
Pegiat Politik Gagasan ini mengungkapkan, masyarakat dari 10 desa di Halmahera Timur di sekitar area suatu perusahaan tambang beroperasi menolak aktivitas pertambangan perusahaan tersebut karena dianggap tidak konsekuen melaksanakan AMDAL dan mengorbankan kehidupan warga. Pun, ada persinggungan lahan antara cagar alam/hutan lindung dengan lahan pertambangan, seperti Gunung Wato-wato di Halmahera Timur. Politisi muda berusia 37 tahun ini meminta Pemerintah Pusat mengkaji dan mengevaluasi pemberian (Izin Usaha Pertambangan) IUP serta mengevaluasi pelaksanaan AMDAL dan menindaklanjuti (bahkan) mencabut IUP jika terbukti ada pengabaian/pelanggaran terhadap tanggung jawab perusahaan.
Lebih lanjut ia berkata, “Area hidup masyarakat adat seperti suku Tobelo Dalam di Halmahera Timur beririsan dengan lahan pertambangan. Sehingga Pemerintah Pusat bersama DPR dan DPD perlu merancang, membahas, dan mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat dengan segera,” ucap Dr. Graal.
Laki-laki kelahiran Wayaua ini mengungkapkan, Maluku Utara adalah salah satu provinsi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi yakni 11,88% pada triwulan I tahun 2024 dengan kontribusi terbesar dari sektor pertambangan. ia meminta Pemerintah Pusat mengevaluasi pajak aktivitas pertambangan dan pemanfaatannya, serta mengawasi pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan untuk bersinergi dengan rencana pembangunan pemerintah daerah, kecamatan dan desa, juga mengedepankan pemberdayaan masyarakat sekitar.
Menurut Dr. Graal, basis kehidupan masyarakat Maluku Utara adalah petani dan nelayan, sedangkan industri pertambangan marak dibuka. Guna memudahkan akses pekerjaan, Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Daerah perlu menyiapkan pusat pelatihan kerja secara luas dengan biaya terjangkau bagi warga yang berminat bekerja di industri pertambangan. “Poin utama yang digarisbawahi adalah sumber daya alam yang melimpah (termasuk nikel di Maluku Utara) adalah anugerah yang terberi dan bukan sebuah kutukan. Yang menjadi kutukan adalah kebijakan politik yang koruptif atasnya. Dan ini yang perlu kita awasi dan suarakan agar menjadi perhatian dari negara serta pengambil kebijakan,” kata Doktor Ilmu Politik lulusan Universitas Indonesia.
Hilirisasi pertanian dan perikanan dengan pemberdayaan warga Pada sektor pertanian dan perikanan, Dr. Graal menyoroti jumlah petani dan nelayan di Maluku Utara yang cenderung menurun karena beralih ke industri tambang. Hal ini menyebabkan produksi di sektor pertanian dan perikanan pun menurun. Selain itu, masyarakat petani dan nelayan mengalami kendala terkait lahan/area kerja, distribusi hasil pertanian dan perikanan, hingga pengolahannya menjadi produk jadi tertentu yang bernilai ekonomi. Ia meminta Pemerintah Pusat memusatkan fokus pada sektor unggulan Indonesia dan Maluku Utara, yaitu hilirisasi pertanian dan perikanan sebagai sumber daya alam berkelanjutan yang berbasis pada pemberdayaan warga melalui komunitas.
Dalam upaya menjamin ketersediaan pangan beras, Dr. Graal menyebutkan ada dua area sentral beras di Maluku Utara (Subaim, Halmahera Timur dan Kao, Halmahera Utara) tapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan beras seluruh masyarakat Maluku Utara. “Maluku Utara punya pangan lokal yaitu kasbi, batatas, bete, pisang, sagu yang perlu dikembangkan supaya bisa dijadikan pangan alternatif yang menunjang stabilitas ketahanan pangan nasional,” ujar Dr. Graal.
Sebagai penutup, ia menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kepada masyarakat Maluku Utara yang telah menerima kunjungan pengawasannya dengan sangat antusias. “Ini adalah langkah awal untuk kerja-kerja kolaborasi ke depan dalam upaya membangun Maluku Utara lebih baik sesuai dengan peran dan kewenangan masing-masing. Warga menyampaikan aspirasi, saya sebagai anggota DPD-RI bertugas menyerap dan mempelajarinya untuk kemudian disuarakan ke Pemerintah Pusat,” tutup Dr. Graal.**(Idra)
Tidak ada komentar