KoranMalut.Co.Id - Untuk mengajukan permohonan sengketa hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) bukan sesuatu yang gambang dan biasa. Ingat...
KoranMalut.Co.Id - Untuk mengajukan permohonan sengketa hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) bukan sesuatu yang gambang dan biasa. Ingat bahwa MK hanya berwenang memeriksa dan memutus sengketa hasil pemilu. Tidak jarang Pemohon menggunakan argumentasi hukum populer tentang pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Pertanyaannya apakah dalil tentang TSM merupakan dalil yang murah dan muda digunakan ? Saya berpendapat bahwa Untuk menggunakan argumentasi TSM bukan sesuatu yang murah dan muda. TSM bukanlah suatu barang yang dipinjam tetapi TSM merupakan sesuatu yang benar--benar ada yang membutuhkan pembuktian yang kokoh.
Kita ketahui bersama bahwa contoh TSM pertama kali dikenal dalam Putusan MK Nomor: 41/PHPU.D-VIII/2008 tentang sengketa hasil Pemilukada di salah satu kabupaten di Jawa Timur.
Secara singkat berbicara Terstruktur mempersoalkan kewenangan, sistematis mempersoalkan kebijakan, dan masif mengarah pada dampak yang dihasilkan. Berdasarkan putusan tersebut argumentasi TSM menjadi salah satu argumen kualitatif yang paling banyak digunakan dalam sengketa hasil pemilukada. Namun bukan berarti argumentasi tentang TSM yang progresif itu menjadi jaminan dimenangkan suatu perkara di MK, faktanya argumentasi tersebut banyak ditolak oleh MK. Bahkan argumentasi sejenis TSM bukan hanya jarang dikabulkan dalam pemilukada, argumentasi TSM akhirnya juga hanya efektif di awal-awal dikenalkan dalam putusan Jawa Timur pada tahun 2008 dan pada tahun 2010 dalam pilkada Tangerang Selatan dan selanjutnya hingga saat ini TSM tidak muda untuk dikabulkan.
Argumentasi hukum pelanggaran TSM dalam putusan Jawa Timur tersebut di atas telah diberikan batasan yang sangat ketat dan tidak muda untuk dipenuhi. Misalnya dalam Putusan MK Nomor:41/PHPU.D-VIII/2010, bukan hanya pelanggaran yang dibuktikan secara kokoh, lebih jauh pelanggaran itu harus terbukti direncanakan. Tidak masuk kriteria TSM jika pelanggaran hanya terjadi secara sporadis, meskipun ada dibeberapa tempat. Dengan kata lain, pelanggaran itu dilakukan secara terpisah-pisah, individual ataupun dalam skala yang kecil. Pelanggaran harus terbukti terjadi dalam skala yang sangat luas (massal) dan dilakukan dengan suatu pengorganisasian.
Selanjutnya Argumentasi TSM juga harus dibuktikan dengan putusan pidana, putusan secara administrasi, dan hasil-hasil rekomendasi bawaslu lainnya tentang pelanggaran TSM tersebut yang dapat mempengaruhi hasil yang signifikan. Bukan sekedar asumsi, karena forum penyelesaian telah berbeda kompetensi. Harus diketahui bahwa MK tidak berwenang mengadili pidana pemilu juga MK tidak berwenang memutus sengketa ranah administrasi.
Salah satu jenis pelanggaran TSM adalah tindak pidana politik uang yang merupakan kompetensi peradilan umum. “....Oleh karena itu sampai saat ini MK tidak pernah membatalkan hasil penetapan KPU dengan hanya adanya bukti politik uang yang dilakukan peserta pemilukada semata-mata. Sebab adanya politik uang tidak bisa membuktikan bahwa pihak penerima uang atau sembako dalam bentuk apapun, pasti akan memilih pasangan calon yang memberi uang atau sembako, mengingat pemilih tetap bebas menentukan pilihannya secara rahasia dan tertutup...” (Putusan MK Nomor:209-210/PHPU.D-VIII/2010).
MK hanya memeriksa telah terjadi tindak pidana pemilu dibuktikan dengan putusan pidana, juga MK hanya memeriksa telah terjadi pelanggaran secara administrasi yang dibuktikan dengan rekomendasi bawaslu. Sehingga untuk menang dan kalah secara terhormat tidak perlu membuang-buang waktu, tenaga dan biaya, mari kita saling legowo. Kalaupun ada pendapat-pendapat lain misalnya hasil PILKADA HALUT harus diuji ke MK dulu, saya mau mengatakan itu kerja-kerja tambahan tim hukumlah.**(Obi).
Tidak ada komentar