Oleh: Ahmad Ibrahim (Wartawan Senior Rakyat Maluku). HALUT, KoranMalut.Co.Id - Upaya untuk mempromosikan popularitas objek wisata Tanjung B...
HALUT, KoranMalut.Co.Id - Upaya untuk mempromosikan popularitas objek wisata Tanjung Bongo di utara Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara, terus dilakukan oleh komunitas pencinta lingkungan yang tergabung dalam Komunitas Tokuwela Kreatif.
Saya tadinya mengira selama ini langkah promosi tersebut murni pemerintah. Ternyata tidak. Pemerintah membantu untuk pembangunan infrastruktur selebihnya murni kerja-kerja komunitas.
Mereka yang tergabung dalam Komunitas Tokuwela Kreatif ini adalah kumpulan anak-anak muda. Masing-masing dari mereka yang tergabung dalam tim ini rata-rata pengelola tempat wisata dan pegiat budaya lokal.
Misna Bailusy, misalnya. Di Komunitas Tokuwela Kreatif ini dikenal sebagai ketua komunitas. Perempuan yang juga berprofesi sebagai guru SMA Muhammadiyah Galela ini dikenal sebagai aktivis dalam pemberdayaan masyarakat.
Sementara Muhammad Diadi ia tidak lain adalah pencetus Sanggar Gogaro Nyinga Mamuya, sedangkan Alfan Soleman adalah pegiat Konservasi Burung Salabia di Simau dan Toweka, Haji Adi tidak lain pemilik museum mini Perang Dunia II di Soasio, sedangkan Suriyadi adalah pengelola Tanjung Bongo.
Menurut salah satu Tim Tokuwela Kreatif Safrudin S. Manyila, aktivitas mereka juga mudah dijumpai di dunia maya. Ternyata sejak lama komunitas ini juga aktif berselancar di berbagai kanal internet untuk mempromosikan Tanjung Bongo dan obyek Wisata yang ada di Galela "diantaranya bisa Anda jumpai di laman facebook di Tokuwela Kreatif, Galela Tobelo Tempo Doeloe, Tanjung Bongo Galela dan Gunung Dukono Galela" ujar Manyila.
Pada zaman Perang Dunia II, Galela memang menjadi lokasi persembunyian tentara sekutu Jepang. Termasuk di Tanjung Bongo dan deretan pesisir. Banyak peninggalan senjata dan meriam Perang Dunia II mudah dijumpai di sana.
Pertengahan Mei 2022 saya memang ke Tanjung Bongo. Saya sempat melihat-lihat dari dekat lokasi wisata yang belakangan namanya disebut-sebut identik dengan Raja Ampat, Papua, itu. Yang pada 2018 lalu pernah menjadi pusat Event Festival Wonderful Halmahera Utara yang dilakukan Pemda Halmahera Utara itu.
Tanjung Bongo sudah tak asing bagi saya. Sejak di bangku SD sampai Madrasah Tsanawiyah lokasi tanjung dengan penuh lekukan berbatu dan airnya yang tenang menjadi tempat berlindung bila tiba-tiba musim angin dan gelombang saat menangkap ikan.
Sejak kecil saya memang terbiasa menemani ayah saya pada malam hari membuang jaring menangkap ikan terbang atau dalam bahasa Latin disebut "Exocoetidae". Alias ikan torani atau dalam bahasa orang Galela lebih populer disebut ikan toni itu.
Saat gelombang dan angin tiba kami pun berlindung sembari menepi di celah-celah batu yang kini menjadi objek wisata nan eksotik itu. Saat angin dan gelombang mereda barulah pelan-pelan kami menyusuri untuk kembali ke pantai tempat tambat perahu.
Kita tentu sangat mengapresiasi atas kerja-kerja komunitas anak muda itu. Langkah mereka membuat buku profil untuk pemberdayaan objek-objek wisata di kecamatan nun di utara Pulau Halmahera ini tentu harus didukung.
Pemerintah dalam hal ini harus membantu dan mendorong tidak saja dalam hal pengembangan infrastruktur, tapi juga dalam hal pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan manajemen pengelolaan agar tata kelola destinasi wisata yang menjadi Daerah Tujuan Wisata (DTW) benar-benar tetap hidup untuk saat ini dan akan datang.
Selain laut dan darat, Galela juga merupakan pintu masuk untuk jalur penerbangan. Jika saja masa pandemi Covid-19 ini berakhir dan jalur penerbangan dari dan ke Galela baik dari Ternate, Manado dan sekitarnya kembali berjalan normal bukan tidak mungkin Tanjung Bongo dan Danau Galela di kaki Gunung Tarakani bakal menjadi wahana menarik untuk wisatawan.**(red).
Tidak ada komentar