Amanah Upara : Akademisi Ummu Ternate KoranMalut.Co.Id - Pemilihan umum (Pemilu) baik Pilpres, Pilkada dan Pileg kalah menang adalah sesuat...
KoranMalut.Co.Id - Pemilihan umum (Pemilu) baik Pilpres, Pilkada dan Pileg kalah menang adalah sesuatu yang alamiah dan wajar. Setiap Pemilu pasti ada kalah dan menang, tidak ada menang-menang dan tidak ada kalah-kalah. Oleh karena itu, jika dalam Pemilu ada kandidat capres, cakada, caleg yang kalah baik petahana maupun penantang, alangkah baiknya legowo dan bijak menerima kekalahannya dan mengakui kemenangan rifal politiknya dengan mengucapkan 'selamat' dan mengarahkan seluruh pendukungnya untuk mendukung rifal politiknya yang menang agar sama-sama membangun negara atau daerah. Sebaliknya yang menang mensyukuri kemenangannya, kemudian merangkul rifal politiknya yang kalah agar sama-sama membangun negara atau daerah.
Etika elite politik seperti ini yang diharapkan dalam masyarakat moderen yang demokratis. Kekalahan dalam Pemilu bukan kiamat (belum tentu berakhir karier politik), tapi sebuah solusi untuk mengevalusi diri dan tim agar mempersiapkan diri, memperkuat modal politik, modal ekonomi, modal sosial, modal sosiologis, menciptakan tim yang kuat dan solid untuk bertarung pada Pemilu 5 tahun berikutnya. Dalam dunia politik banyak elite politik yang gagal berulang-ulang dalam Pemilu, tapi karena ia sabar dan bekerja keras untuk mensosialisasikan dirinya, akhirnya ia terpilih menjadi presiden, gubernur, bupati dan walikota banyak pula yang sukses dalam kepemimpinannya. Sebagai negara demokrasi, konstitusi Indonesia memberikan hak dan kebebasan kepada kandidat yang kalah untuk menjadi oposisi atau juga dapat terlibat dalam pemerintahan. Bagi kandidat yang kalah silahkan memilih jalur politik yang demokratis tersebut.
Elite politik yang baik, janganlah melahirkan "politik dubu-dubu (saling menjatuhkan) dan politik abu tungku (kalah jadi arang menang jadi abu)". Di era politik moderen saat ini, elite politik seperti ini lambat atau cepat karier politiknya akan mati. Hal ini karena tingkat pemahaman, kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap politik cukup tinggi terutama pada masyarakat terdidik dan masyarakat perkotaan. Masyarakat menyadari bahwa "politik itu mulia dan politik itu baik", dengan politik dapat dibangun infrastruktur, akan tercipta kesejahteraan bagi masyarakat, lapangan pekerjaan tersedia, pengangguran dan kemiskinan berkurang. Pada akhirnya dapat memajukan pembangunan pada negara atau daerah. Dengan demikian, kandidat yang kalah dalam Pemilu alangkah baiknya menerima kekalahannya, jangan membohongi masyarakat seakan-akan menang dalam Pemilu. Menerima kekalahan dan mengakui kemenangan lawan sangat mulia dalam politik moderen. Anda akan diagung-agungkan sebagai tokoh yang bijak dan demokratis dalam Pemilu.
Elite politik yang baik jika sudah kalah dalam Pemilu alangkah baiknya sampaikan sejujurnya kepada masa pendukung bahwa "kita kalah dalam Pemilu, tapi kekalahan ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua untuk memenangkan Pemilu pada periode berikutnya". Jangan membohongi masyarakat, seakan-akan menang dalam Pemilu dan jangan pula mengotak-atik suara atau menciptakan konflik agar terjadi Pemilihan Suara Ulang (PSU). Elite politik seperti ini merupakan tipe elite politik yang pecundang dan pragmatis. Jika ia menjadi pemimpin pembangunan di negara atau daerah semakin gagal (tidak maju) pada akhirnya melahirkan negara atau daerah gagal.
Masyarakat janganlah percaya dengan tipe elite politik yang munafik seperti ini. Tugas masyarakat pasca Pemilu adalah yang nelayan fokus utuk melaut mencari ikan, yang petani fokus utuk mengolah lahan pertanian, yang pedagang fokus untuk berdagang, yang guru fokus untuk mengajar, yang Aparatur Sipil Negara (ASN) fokus bekerja melayani masyarakat, yang pegawai swasta fokus bekerja di kantor dan pabrik serta yang pengusaha fokus utuk membangun usahanya, tidak usaha pikiran dengan kandidat anda yg kalah dalam Pemilu. Karena kekalahan yang dialami kandidat anda sebagai petahana diakibatkan oleh kinerjanya buruk, tidak mampu menciptakan pemerintah yang baik dan pemerintah yang bersih dan lapangan pekerjaan tidak tersedia, akibatnya angka pengangguran dan kemiskinan semakin tinggi. Sebagai calon petahana karena gagal dalam membangun negara atau daerah akhirnya masyarakat menghukumnya dalam Pemilu, ia tidak terpilih lagi menjadi presiden, gubernur, bupati dan walikota. Sebaliknya jika calon penantang yang kalah dalam Pemilu kemungkinan karena visi-misinya tidak sesuai dengan keinginan masyarakat dan kemungkinan karena kurangnya modal ekonomi (finansial). Salam akal sehat.**(red).
Tidak ada komentar