Grid

GRID_STYLE

Breaking News

latest

Pemkec Kayoa Berinisiatif Membangun Museum Purbakala Dunia di Uattamdi

TERNATE, KoranMalut.Co.Id - Dilansir dari TEMPO.CO , Satu lagi penggalian arkeologis yang membuktikan proses migrasi dan sisa-sisa peradaban...


TERNATE, KoranMalut.Co.Id- Dilansir dari TEMPO.CO, Satu lagi penggalian arkeologis yang membuktikan proses migrasi dan sisa-sisa peradaban manusia pada era Paleometalik (2.500-3.000 tahun lalu) dan Neolitik (3.500-5.000 tahun lalu), di Maluku Utara. Temuan tersebut diungkap kelompok arkeolog gabungan dari School of Marine Science and Technology Tokai University, Jepang, dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Indonesia.

Menurut Rintaro Ono, profesor di Department of Maritime Civilizations Tokai University, posisi Maluku Utara termasuk penting dalam kegiatan migrasi manusia dari daratan utara, Cina dan Filipina, ke Kepulauan Oseania di selatan. “Letak geografis Maluku memungkinkan sebagai tempat migrasi atau transit,” kata dia, kepada Tempo di kantor Puslit Arkenas, Jakarta Selatan, Jumat, 20 Maret 2015.

Bertolak dari faktor tersebut, Ono beserta timnya melakukan tiga kali penggalian, yaitu pada 2012, 2013, dan Maret 2015. Mereka menggali di tiga lokasi di Maluku Utara untuk mencari bukti-bukti migrasi manusia yang diduga melakukan perjalanan ke Maluku melalui dua jalur.

Rute utara, dari Mindanao, Filipina; ke Maluku Utara melalui Sangihe-Talaud, Sulawesi Utara; dan Daratan Sunda, Sulawesi Tengah. Rute selatan, dari Mindanao, Filipina; ke Jawa, Nusa Tenggara, hingga akhirnya ke Maluku, Papua, dan Australia.

Tiga titik penggalian yaitu Situs Gorua di Halmahera Utara, Aru Manara di Halmahera, dan Uattamdi di Pulau Kayoa. Para peneliti melakukan ekskavasi pertama di Uattamdi pada 2012.

Situs tersebut pertama kali digali oleh Bellwood pada 1991 dan 1994. Seperti Bellwood, tim yang dipimpin Ono mendapatkan tempayan tembikar merah dan hitam berumur 3.400 tahun lalu, yang mirip dengan yang ada di Mindanao, Filipina. Di situs ini juga ditemukan tulang babi dan ratusan kerang serta ikan dari lapisan tanah Neolitik.

Hal tersebut membuktikan ada dua peradaban berbeda di Uattamdi, yakni peradaban Paleolitik dan Neolitik akhir. Sisa-sisa dua peradaban ini sebelumnya banyak ditemukan di Filipina dan dataran Cina Selatan.

Ada satu temuan yang semakin menguatkan hipotesa migrasi yaitu benda kaca dan tiga manik-manik bekas gelang dari dua jenis kaca berbeda. Setelah dianalisis ternyata kedua benda berwarna biru ini mengandung potassium (Ka), mangan (Mn), dan besi (Fe), yang kandungannya mirip dengan yang ditemukan di Cina.

Di dua situs lainnya, tim mendapatkan temuan yang sama. Ono menganggap temuan tersebut dapat menggambarkan kemunculan peradaban yang sama di beberapa lokasi berbeda. “Maluku dan Filipina,” kata dia. Hanya, dia belum bisa menentukan jalur mana yang dipakai oleh para “imigran” tersebut untuk mencapai Maluku.

Terpisah, dengan berbagai temuan tersebut, Pemerintah Kecamatan Kayoa berinisiatif membangun museum purbakala dunia yang berlokasi di tempat penemuan. yakni, Gua Uattamdi Desa Guruapin Kecamatan Kayoa Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) Provinsi Maluku Utara (Malut). Selasa, (20/10/2020)

Langkah pemerintah itu, mendapat respon positif dari Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Drs. Muhammad Husni, MM.

"Rencana pak camat cukup menarik, kami mendukung hal itu. Pulau Kayoa itu adalah gudang ilmu pengetahuan". Kata Husni saat bertemu dengan Pemerintah Kecamatan Kayoa di ruang Aula Kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya.


Camat Kayoa Muhammad Fajri S.Sos MM kepada media ini mengatakan, dengan menggandeng Institut WOK SOBAL sebagai Komunitas Pemerhati Kearifan Lokal, pemerintah kecamatan menargetkan awal tahun 2021 museum purbakala dunia tersebut siap dibangun.

"Fungsi dari Museum Purbakala Dunia tersebut yakni, membuka ruang literasi publik, ruang riset ilmu pengetahuan Purbakala Dunia, ruang pengembangan khasana kearifan lokal dan ruang refresing masyarakat," Imbuhnya.

Museum tersebut juga bermanfaat sebegai penanaman gemar baca tulis dan diskusi, peningkatan pengetahuan lewat pengamatan karya-karya peninggalan nenek moyang untuk kepentingan ilmu pengetahuan Dunia, mempelajari secara mendalam hasil-hasil kebudayaan nenek moyang berupa struktur dan kelembagaan sosial pada saat itu dan sebagai objek Parawisata ilmu Pengetahuan Dunia.

Muhammad Fajri yang biasa disapa Ghalu itu berharap, mudah-mudahan dengan tujuan dan manfaat diatas, dapat meningkatkan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Masyarakat setempat, terutama dibidang jasa. Harap Ghalu.**(hhk).

Tidak ada komentar