Grid

GRID_STYLE

Breaking News

latest

Pembangunan " Haltim Mau Dibawa Kemana??"

Ahmad Abd Kadir Pegiat Serikat Pemuda Kerakyatan (SPK) Halmahera Timur KoranMalut.Co.Id - Jika pembangunan diartikan sebagi sebuah pro...

Ahmad Abd Kadir
Pegiat Serikat Pemuda Kerakyatan (SPK) Halmahera Timur

KoranMalut.Co.Id - Jika pembangunan diartikan sebagi sebuah proses perubahan ke arah kondisi yang lebih baik maka sudah barang tentu pembangunan haruslah sampai pada tiga tahapan. yakni, peningkatan standar hidup, penciptaan berbagai kondisi yang menimbulkan rasa percaya diri (selff-esteem) setiap orang, dan yang teakhir adalah peningkatan kebebasan (freedom domokracy) setiap orang pula. pertanyaan kemudian mengapa tujuan pembangunan harus sampai pada tiga tahapan tersebut?

yang pertama adalah mengurangi disparitas atau ketimpangan pembangunan antar daerah termasuk pemerataan dan keadilan pembangunan antar warga masyarakat. tetapi faktanya pembangunan jalan misalnya,. masyarakat dan mahasiswa di salah satu desa/kecamatan haruslah berkeringat dan mengeluarkan uang banyak untuk memobilisasi dirinya dan warga agar sampai ke pintu gerbang (kantor bupati) guna mendapatkan apa yang disebut keadilan pembangunan. kedua,

yang kedua, menciptahan lapangan kerja. dalam hal lapangan pekerjaan nampaknya pemerintah daerah kita (HALMAHERA TIMUR) memilih jalan gampang dengan mendatangkan investasi tidak ramah lingkungan sebut saja pertambangan baik nikel maupun di bidang perkayuan, padahal hal ini justru merusak lingkungan tapi yah sudah, dengan alibi ANDAL semuanya dianggap mudah untuk disulap. selain merusak terjadi juga praktik eksploitasi manusia (BURUH), kapitalisme mana peduli dengan hal itu? yang penting modal keluar dikit untungnya banyak. itu saja titik.

Dan yang ketiga, pembangunan haruslah mempertahankan atau menjaga kelestarian sumberdaya alam agar bermanfaat bagi generasi sekarang dan generasi akan datang (berkelanjutan). tapi faktanya tidak berbanding lurus sebab tanah yang kaya ini ternyata sudah dijual demi investasi. lihat saja PT Mahakarya Hutan Indonesia(MHI) berhasil menguasai sumber daya alam halmahera timur (luas konsesi 36.890. Ha). belum lagi Aneka Tambang (ANTAM), PT ARA, PT Dede Ganda Suling (SAWIT) dan masih banyak lagi.

Mengutip pemikiran Durkheim, Weber, dan Marx, tentang pembangunan dari perspektif sosiologi klasik (pembangunan sosial, hingga pembangunan berkelan­jutan). Yang menjelaskan bahwa  pembangunan dapat diartikan sebagai suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk me­menuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004). Pemikiran tersebut sekaligus menekankan pentingnya perencanaan pembangunan dan menemukan banyak alternatif. Degan katalain, pembangunan hendaknya berorientasi kepada keberagaman dalam seluruh aspek kehi­dupan. Ada pun mekanismenya menuntut kepada terciptanya kelembagaan dan hukum yang terpercaya yang mampu berperan secara efisien, transparan, dan adil. Baik Durkheim, Weber, dan Marx, sepakat bahwa pembangunan yang terencana harus mencapai aspirasi yang paling manusiawi, yang berarti pembangunan harus berorientasi kepada pemecahan masalah dan pembinaan nilai-nilai moral dan etika umat. Artinya bahwa pemba­ngunan merupakan proses untuk melakukan perubahan. Hal ini juga sejalan dengan pemikiran Siagian (1994) yang menyebutkan pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan per­ubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasas­mita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.

Dalam konteks pembangunan daerah, maka dokumen perencanaan pembangunan tidak hanya bersifat wajib (secara administratif), akan tetapi ia menjadi panduan apa yang akan dilakukan dan dicapai 1, tahun, 2 tahun, 5 tahun, dan 25 tahun  ke depan. Oleh sebab itu pemerintah pusat mengharuskan pemerintah daerah menyusun dokumen RPJPD, RPJMD, dan RKPD. Pada aspek ini, banyak daerah seringkali “menyepelekan” pentingnya dokumen perencanaan pembangunan yang berkualitas (RPJPD, RPJMD, RKPD), sehingga berdampak pada rendahnya kapasitas dan kualitas pelaksanaan pembangunan daerah.  Seperti dijelaskan dalam UU No.23/2014 maupun UU No.25/2004 bahwa Perencanaan pembangunan Daerah adalah suatu proses untuk menentukan kebijakan masa depan, melalui urutan pilihan, yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam jangka waktu tertentu di Daerah. dapat dibuat kesimpualn sementara bahwa mayoritas perangkat daerah dan bahkan ASN daerah (HALTIM) tidak mengetahui persis apa isi subtansi dokumen tersebut, dan kemana arah pembangunan daerahnya. Ini sangat ironis, perangkat daerah saja tidak paham isi subtansi RPJMD, lalu bagaimana dengan masyarakat?. Ini kondisi empiris nan miris tentang tatakelola pemerintahan dan pembangunan daerah saat ini.  belum lagi ketika kita bisa tema sinkronisasi perencanaan pembangunan desa dan daerah, pembangunan daerah dan nasional, terlalu banyak gap dan ketimpangan yang terjadi. Inilah salah satu faktor penyebab terjadi stagnasi dan under development yang dihadapi pemerintah daerah.

Untuk menguji hal tersebut, kita bisa menanyakan ke para pejabat daerah dan juga para anggota DPRD, pertanyaanya sederhana “apa tematik pembangunan  tahun ini dan apa program strategis daerah tahun ini?”  penulis bisa memastikan para pejabat dan politisi tersebut tidak mampu menjelaskan dengan baik, sebab dalam praktiknya selama ini, pembangunan daerah adalah hasil “kebut semalam”, baik itu melalui mekanisme musrenbang, reses, dan lain sebagainya.  Belum lagi kalau kita mengajukan pertanyaan, apakah anda mengetahui visi dan misi kepala daerah terpilih (pemerintah daerah)?. Karena menurut UU, RPJMD, RKPD merupakan hasil pengejawantahan dari Visi kepala daerah terpilih.

Closing statement kesimpulan pertama menurut penulis adalah, buruknya gaya komunikasi pemerintah daerah dan transparansi pembangunan. hal ini dibuktikan dengan tidak adanya dokumen RPJP kabupaten Halmahera timur (silahkan cek di BAPPEDA). kedua, dokumen RPJMD dan RTRW seakan - berdiri sendiri yang pada akhirnya arahan pembangunan daerah tersebut wajib di pertanyakan "Haltim Mau Dibawa Kemana??"**(red/km).