Grid

GRID_STYLE

Breaking News

latest

Dalam Rangka Solidaritas Melawan PT. Mahakarya Hutan Indonesia

HALTIM. KoranMalut.Co.Id - Kita taulah, bahwa keberadaan PT. Mahakarya Hutan Indonesia (MHI), telah merampas hutan-alam, tanah-lahan, kayu...

HALTIM. KoranMalut.Co.Id - Kita taulah, bahwa keberadaan PT. Mahakarya Hutan Indonesia (MHI), telah merampas hutan-alam, tanah-lahan, kayu kita semua MERAMPOK DAN MENJARAH. Sebagai petani kita sangat membutuhkan tanah untuk di olah/digarap menjadi kebun agar dapat memenuhi kehidupan kita sehari-hari: (makan, minum, tempat tinggal, sekolah, rumah ibadah, berburu, air bersih, dan kelangsungan hidup berkelanjutan) yang ramah terhadap kita. Tidak saja hari ini untuk kita, tetapi masa depan untuk anak cucu kita.

Sudah puluhan bahkan ratusan tahun lamanya hutan ini kita jaga dengan baik, kita kelolah untuk dimanfaatkan tanpa merusak, akibat sumbangan hutan dan tanah yang ada ini kita bisa hidup sebagaimana sekarang, menanam juga memanen hasilnya. Namun di tengah-tengah kebutuhan mendesak akan tanah yang kita ingin berkebun, menjaganya, karena kita adalah petani, datang perusahan kayu PT. MHI ini justru merampasnya, membodohi juga merusak seluruhnya harapan hidup kita.

Bagaimana tidak? Perusahan perusak hutan dan pencuri ini dengan sengaja mengkalim memiliki hak tanah-hutan-alam, termasuk kebun kita selama 45 tahun di 3 kecamatan wasile: Utara, Tengah, dan Timur seluas 36.895 Ha, (tiga puluh enam ribu delapan ratus sembilan puluh lima hektar) melalui surat keputusan Gubernur (SK NO 9/IUPHHK-HA/PMDN/2017), dan buku panduan ‘’analisis dampak lingkungan’’ (ANDAL) PT. Mahakarya Agra Lestari-tanpa diketahui oleh kita semua di 3 Kecamatan Wasile. Satu keberuntungan buat PT. MHI dan KAKI TANGANNYA, yang justru terlibat dalam membuat kita petani menderita sepanjang tahun-tahun pencurian ini.

Pemerintah dalam hal ini : Pusat, Propinsi, Kabupaten, Kecamatan, dan juga Desa---tak peduli dengan nasib kita sebagai petani---yang membutuhkan tanah untuk digarap sebagai modal hidup, sehingga nasib kita di tukar-guling, terampas atas nama modal perusahan yang justru ditraktir oleh pemerintah dengan menyediakan lahan yang luas ribuan hektar untuk PT. MHI tanpa mempertimbangkan nasib kita sebagai petani---bahkan tak lepas pula membatasi langkah kebebasan kita untuk mencari lahan berkebun, di tekan, diancam, dicuri, dirusak, dan modal terakhir yang kita punya hanyalah impian menjdi melarat di tanah-hutan-dan-alam kita sendiri menjadi terbuang selama-lamnaya.

Apakah PT. MHI punya hak atas tanah dan hutan alam, hutan kayu kita? Tentu tidak, kenapa? Karena sejak pertama kali, sebelum masuk perusahan kayu ini-kita masih punya hak masuk ke hutan dengan bebas untuk mencari tanah subur, memotong kayu untuk kebutuhan anak sekolah, dan juga masih bisa menentukan sejauh mana kita berburu hewan untuk makan, sumber air yang bersih, dan masih banyak lagi akan kesediaan alam-hutan yang menyediakan kebutuhan masa depan kita. Tidak saja itu, kita yang sekarang berada di hadapan luas hutan dan tanah 36.895 Hektar ini adalah hasil dari buah tangan yang merawatnya, (tanpa merusaknya) oleh nenk-moyang kita sebagai hak fitrah manusiawi yang hakekatnya di wariskan agar bisa dimanfaatkan kelak untuk anak cucu. Bahwa tanah dan alam fitrahnya adalah hubungan akrab dengan manusia yang tak bisa dipisahkan, sehingga kita sebagai manusia (petani penggarap) sangat membutuhkan; ia tanah-alam-hutan-kebun sudah menjadi harga diri, martabat, kebutuhan mendesak kita.

Merusaknya sama dengan menjual harga diri dan menggadaikan martabat serta warisan "Patuah-Patuah" kita yang sudah di harapakan dijaga selama puluhan hingga ratusan tahun ini. Apa yang harus kita lakukan, ketika kita dilarang berkebun karena hak kita sudah dirampas? Apakah kita mau jadi hewan-kurban yang siap dicambuk, babu, inlander? Apakah kita mau jadi budak diatas tanah kita sendiri? Apakah kita akan membiarkan hidup kita dirantai oleh ancaman, digertak oleh aturan yang sengaja dibuat-buat oleh PT. MHI dan orang-orangnya, dengan sengaja membolak-balik hukum/aturan/undang-undang lalu kita diancam penjara? Apakah kita akan terpesona, tertipu terus dengan kebaikan-kebaikan (tipu-muslihat dan omong-kosong) yang tidak sebanding nilai hutan-alam-tanah dicuri PT MHI dan KAKI TANGANNYA. Lalu tipu-daya mereka kepada kita dengan sumbagan daging, beras, gula, uang, biaya sekolah, masker, sembako dalam situasi lama dan fakta pendemic CoronaVirus hati ini. Alih-alih mereka bilang santunan sosial, lalu (dibungkus dengan nama CSR) dan paket-paket kebaikan tipu lainnya---yang kita anggap berharga dengan menyerahkan nasib kita diatur oleh tuan bermodal pemilik PT. MHI?

Apakah kita sadar itu, ataukah kita sendiri tidak menyadari atau sengaja abaikan, bahwa kita sedang ditidurkan dan dibuat menindas kebenaran, keadilan, dan hak kita sendiri yang sepenuhnya harus kita ambil kembali ditangan pemilik modal PT. MHI ini. Kita belum terlambat kawan-kawan “Petani Helaitetor” pemuda, mahasiswa, dan lain-lain dan lain-lain dan juga “Petani di 3 kecamatan ini”, kita masih punya waktu yang cukup panjang untuk mengubah semua sandiwara dan perampasan ini.

Kita tak boleh biarkan pembodohan-pencurian-penghianatan-dan-perampasan didepan mata kita mengalir hingga dirasakan oleh generasi selanjutnya, dan kita tak boleh biarkan pemilik-pemilik modal yang membeli tanah-hutan-alam-kayu kita ini menjadi leluasa. Mereka yang sengaja merampok, ketika berada di Kota Surabaya, Propinsi Jawa Timur, lalu pergi ke Jakarta membeli tanah dan seluruh isinya dengan maksud “Berdagang Kayu” dan tujuan melipagandakan keuntungan mereka, sedang kita dapat dampak pengrusakannya ketika alam menjadi murka dan balas dendam terhadap kita.

Kita harus sadari sejak sekarang, bahwa; pemilik saham (komisaris dan direktur-direktur) PT. MHI ini cukup sudah menginjak-ngjinjak harga diri kita. Ketika mereka mulai mendapat peluang untuk mengambil hutan dan merusaknya, mereka justru lolos di kementrian hukum dan ham | dan ketika modal saham dan harga per lembrn kayu mereka beli senilai  Rp. 1000.000, jumlah lembar saham Rp. 200.000, menjadi modal dasar mereka Rp. 200.000.000.000 (dua ratus miliar rupiah), dan modal setoran awal dalam kerja sama dengan Negara ketika merampok dan merusak hutan-alam kita sudah Rp. 55.000.000.000 (lima puluh lima miliar) dalam bentuk uang.

Orang-orang ini justru memiliki uang, mereka dengan enaknya membeli harga diri kita, mereka yang sengaja menunjukan kejahatan pencurian ini, justru harus menjadi tugas kita bersama menghadapinya. Kelompok pengurus dan pemegang saham PT. MHI ini sepenuhnya harus bertanggung jawab bukan kita sebagai petani. Tuan Erie Budiono Widodo (DIREKTUR), Tuan Ir Hamza Tomagola (DIREKTUR), Tuan Richard Tirto Herwanto (KOMISARIS UTAMA), Tuan Victor George Murthi (DIREKTUR UTAMA), dan Tuan Yanto Kasiman (KOMISARIS) adalah orang-orang yang memiliki modal dan saham PT. MHI dan sudah menjadi tugas kita mendesak mereka hentikan pembalakan dan pengrusakan hutan ini.

Marilah kawan-kawan petani, pemuda, mahasiswa, dan gerakan sosial lainnya: tidak ada jalan lain bagi pilihan kita, terkecuali; menghentikannya! dan sekarang waktunya kita harus bersatu, belajar, mengambil pengalaman buruk ini, berorganisasi memperkuat kepribadian dan tekad keyakinan kita menegakkan dan mengambil hak kita yang di curi oleh mereka yang bersama dengan pemerintahan/klik lembaga pemberi izin atas segala-galanya pembodohan ini. Kalau bukan kita siapa lagi? Kalau bukan sekarang kapan lagi?

Salam Juang ! Hormat Kami! Kepada Petani!Bergeraklah Untuk Melawan! "Kami Bersama Kalian Menuntut Hak Dan Martabat Yang Harus DiTegakkan Untuk Perbaikan Nasib Sebagai Manusia". (Victor Zapata)

Dalam rangka bersolidaritas melawan PT. Mahakarya Hutan Indonesia (MHI)
, Pernah Mendesak Agar Tutup PT. MHI
, Dalam Perlawanan Terus Akan Bisa Memperkuat Persatuan.**(red/rian).