Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Jurusan Pengelolaan Sumber Daya Perairan IPB University Bogor KoranMalut.Co.Id - Dewasa ini, banyak mas...
KoranMalut.Co.Id - Dewasa ini, banyak masyarakat menangkap ikan dengan cara berbeda untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil tangkapan itu bukan sekedar memenuhi kebutuhan makan. Akan tetapi, hasil tangkapan itu juga di jual demi survive ekonomi rumahan. Tentu diketahui bahwa menangkap ikan itu dengan beragam cara, baik cara yang tradisional maupun cara yang lebih modern. Masyarakat yang masih memakai alat tangkapan tradisional sewajarnya tidak merusak ekosistem laut. Namun, berbeda dengan sebagian orang yang menggunakan cara modern, seperti bahan peledak dan racun. Cara kedua ini merupakan sikap ekstrim, yang sudah tentu tidak dikehendaki oleh masyarakat tradisional karena mengabaikan etika penangkapan ikan atau merusak ekosistem laut. Selain itu, jika menangkap ikan dengan cara pengeboman dan meracun adalah termasuk aktivitas illegal fishing.
Ketentuan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Perikanan Pasal 9 ayat (1) berbunyi: “Setiap orang dilarang menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penagkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan di wilayah Negara Republik Indonesia”. Selanjutnya pada Pasal 9 ayat (2) berbunyi: “Ketentuan Mengenai alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri”. Dari penjelasan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) ini tentu harus ditaati oleh warga masyarakat sebagai pelaku penangkapan ikan atau sebagai nelayan. Sehingga kelestarian sumber daya perairan tetap terjaga demi kemaslahatan bangsa.
Namun, Beberapa tahun belakangan ini, tepatnya di Provinsi Maluku Utara (Malut, dan khusunya di Pulau Sayafi, Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng) masih saja terjadi praktek penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan maupun bertentangan dengan etika penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pelaku penangkapan ikan yang merusak ekosistem laut (Bom dan meracun ikan) di Pulau Sayafi Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng) adalah kelompok nelayan asal Sangihe Talaud. Hal itu akan merusak ekosistem perairan dan menghambat Sustainable sumber daya ikan. Dan perilaku penangkapan ikan seperti ini dapat meresahkan warga masyarakat Patani Utara dan sekitarnya.
Belum lama ini terjadi penangkapan ikan yang dilakukan dengan cara merusak eko sistem laut oleh kelompok nelayan Sangihe Talaud di pulau Sayafi, Halteng. Tentu sikap seperti ini merupakan sikap ekstrim yang merusak kelestarian pulau Sayafi sebagai pulau bahari yang selama ini di jaga oleh masyarakat Patani Utara dan sekitarnya, terutama masyarakat Desa Tepeleo (Bomdi sampai desa Palo).
Penangkapan ikan yang menggunakan racun dan pengeboman oleh oknum nelayan asal Sangihe Talaud, yang mengaku sebagai penduduk Buli, Halmahera Timur (Haltim), ternyata tidak mengantongi izin yang resmi sebagai pelaku penangkap ikan di perairan pulau Sayafi, Halteng. Nelayan asal Sangihe Talaud tidak mengedepankan semangat konservasi ikan dan spesies endemik yang dilindungi peraturan perundang-undangan.
Selain itu, pelaku penangkapan ikan; nelayan asal Sangihe Talaud ini juga tidak mengantongi izin penangkapan ikan, seperti Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI), Surat Izin Usaha Penangkapan (SIUP), dan Surat Izin Pengangkut Ikan (SIKPI). SIPI, SIUP, dan SIKPI merupakan amanat peraturan perundang-undangan yang harus dimiliki pelaku pengangkapan ikan diseluruh wilayah perairan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sementara dari laporan masyarakat bahwa, nelayan asal Sangihe Talaud memiliki kapal induk sebagai kapal pengangkut ikan juga tidak memiliki SIKPI di wilayah tangkapan ikan. Dengan tidak patuh dan tunduk pada aturan, maka tindakan ini jauh dari semangat Konservasi Sumber Daya Ikan yaitu upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan.
Hari ini oknum nelayan asal Sangihe Talaud, melaporkan tindakan masyarakat setempat yang menegur mereka disaat melakukan penangkapan ikan dengan racun. Padahal, sebelumnya oknum nelayan ini sempat menawarkan uang sebesar 20 juta rupiah sebagai uang sogok agar masyarakat tutup mulut atas tindakan illegal fishing dan tindakan merusak ekosistem perairan di pulau Sayafi Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng). Ini sungguh melecehkan, masyarakat sebagai warga pemilik tanah dan terbiasa menjaga wilayah perairan adat secara turun-temurun.
Oknum nelayan sempat koperatif dengan warga agar jalan damai dilakukan. Dan faktanya itu dilakukan secara damai diantara kedua belah pihak. Dengan pertimbangan-pertimbangan pelanggaran diatas maka, oknum nelayan wajib ditindak sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku di negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari semangat konservasi dan menjaga kelestarian laut.
Tentu, ini juga bagian dari kelemahan pengawasan dinas perikanan yang tidak hadir diwilayah perairan Halmahera Tengah, yang memiliki wewenang untuk menghentikan, memeriksa, membawa, menahan, dan menangkap kapal dan atau orang yang diduga, atau patut diduga melakukan tindak pidana perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sampai dengan diserahkannya kapal dan atau orang tersebut di pelabuhan tempat perkara tersebut dapat diproses lebih lanjut oleh penyidik.
Sesuai amanah Undang-undang Penyidikan tindak pidana di bidang perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan atau Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap pelaku yang melakukan tindakan pelanggaran penangkapan ikan. Oleh karena itu, nelayan asal Sangihe Talaud yang melakukan penangkapan ikan dengan racun harus ditindak sehingga tercipta iklim keharmonisan di tengah-tengah masyarakat.**(red)