Grid

GRID_STYLE

Breaking News

latest

Pembebasan Tanah, Pemda dan PT.IWIP Diduga Memelihara Para Mafia Agraria di Bumi Halteng

HALTENG. KoranMalut.Co.Id - Koran Malut. Co. Id.  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentin...

HALTENG. KoranMalut.Co.Id - Koran Malut. Co. Id.  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum adalah dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pemerintah perlu melaksanakan pembangunan, bahwa Pertama untuk menjamin terselenggaranya pembangunan untuk kepentingan umum, diperlukan tanah yang pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan, demokratis, dan adil.

Kedua peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum belum dapat menjamin perolehan tanah untuk pelaksanaan pembangunan.

Ketiga bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Dasar Hukum (Landasan hukum) terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum adalah: Pasal 5 ayat (1), Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H, Pasal 28I ayat (5), Pasal 28J ayat (2), serta Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2034).

Penjelasan Umum Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah perlu menyelenggarakan pembangunan.

Salah satu upaya pembangunan dalam kerangka pembangunan nasional yang diselenggarakan Pemerintah adalah pembangunan untuk Kepentingan Umum. Pembangunan untuk Kepentingan Umum tersebut memerlukan tanah yang pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip yang terkandung di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan hukum tanah nasional, antara lain prinsip kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan, dan keselarasan sesuai dengan nilai-nilai berbangsa dan bernegara.

Hukum tanah nasional mengakui dan menghormati hak masyarakat atas tanah dan benda yang berkaitan dengan tanah, serta memberikan wewenang yang bersifat publik kepada negara berupa kewenangan untuk mengadakan pengaturan, membuat kebijakan, mengadakan pengelolaan, serta menyelenggarakan dan mengadakan pengawasan yang tertuang dalam pokok-pokok Pengadaan Tanah sebagai berikut:

Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin tersedianya tanah untuk Kepentingan Umum dan pendanaannya.

Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan sesuai dengan: Rencana Tata Ruang Wilayah; Rencana Pembangunan Nasional/Daerah; Rencana Strategis; dan Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah.

Pengadaan Tanah diselenggarakan melalui perencanaan dengan melibatkan semua pemangku dan pengampu kepentingan. Penyelenggaraan Pengadaan Tanah memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan dengan pemberian Ganti Kerugian yang layak dan adil.

Sebagaimana tertuang dalam penjelasan Bab I Kemtuam Umum Pasal 1 dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Instansi adalah lembaga negara, kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan Badan Hukum Milik Negara/Badan Usaha Milik Negara yang mendapat penugasan khusus Pemerintah.

Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Pihak yang Berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah.

Objek Pengadaan Tanah adalah tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai. Hak atas Tanah adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan hak lain yang akan ditetapkan dengan undang-undang.

Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Konsultasi Publik adalah proses komunikasi dialogis atau musyawarah antarpihak yang berkepentingan guna mencapai kesepahaman dan kesepakatan dalam perencanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

Pelepasan Hak adalah kegiatan pemutusan hubungan hukum dari pihak yang berhak kepada negara melalui Lembaga Pertanahan. Ganti Kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah.

Penilai Pertanahan, yang selanjutnya disebut Penilai, adalah orang perseorangan yang melakukan penilaian secara independen dan profesional yang telah mendapat izin praktik penilaian dari Menteri Keuangan dan telah mendapat lisensi dari Lembaga Pertanahan untuk menghitung nilai/harga objek pengadaan tanah.

Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Lembaga Pertanahan adalah Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan.

Penjelasan atas Ketentuan dan isi UU tersebut memicu perhatian berbagai pihak salah satunya LSM Gele-Gele Halteng, untuk ikut memberi sikap terkait pembebasan lahan milik warga yang tidak jelas penaganannya hingga saat ini, pembebasan  lahan tersebut tersebar dibeberapa Desa di Kec. Weda Tengah, Halmahera Tengah Maluku Utara.

Devisi Hubungan Masyarakat Humas JPKP Halteng Rosihan Anwar, kepada wartawan Koran Malut mengatakan,  pihaknya menyesalkan sikap pemerintah daerah yang terkesan tidak serius menyikapi terkait pembebasan lahan milik warga tersebut. Padahal,  kata dia, masalah tersebut sudah melewati tahap mediasi namun hingga kini tidak ada upaya penyelesaiannya. Ungkap abo sapaan akrabnya.

"Humas JPKP mengesalkan sikap pemerintah yang terkesan tidak menghiraukan terkait dengan masalah lahan di weda tengah dan lahan-lahan lain se kabupaten Halmahera tengah, padahal masalah lahan yang terjadi telah mencapai puncak yang sangat kronis, harus nya hal ini menjadi cambuk agar serius dalam menyikapi permasalahan yang terjadi."

Dia menambahkan, sampai sejauh ini pihak terkait belum memberi kepastian (solusi) soal tanah milik masyarakat tersebut, lahan yang dimaksud adalah lahan untuk kepentinga pembangunan dan untuk kepentingan kawasan industri nasional ini sudah mesti mendapat perhatian pemerintah daerah. "Jelasnya,"

"Maka sampai sejauh ini, belum ada sesuatu yang bisa dibenarkan kepada pihak-pihak terkait dalam mencari solusi masalah Lahan dan lahan, baik itu lahan yang di peruntukan buat pembangunan maupun lahan yang di peruntukan untuk menjemput kawasan industri nasional."

Sehubungan dengan itu, kata Rosihan, pihak PT.IWIP sama sekali tidak memgindahkan tuntutan para masa aksi (rekan-rekan LSM Gele-Gele) bersama masyarakat saat tiba di arena aksi untuk menyampaikan tuntutannya dihadapan menajemen PT. IWIP, mereka  (pendemo) justru tidak diperbolehkan masuk ke areal pos penjagaan sebagaimana surat ijin aksi yang disampaikan ke pihak kepolisian POLRES Halmahera Tengah, bahkan mereka (diusir) oleh pihak keamanan pada Jamat, 13/03/2020 pekan kamarin. "katanya"

"Seharusnya pihak perusahaan berani bertemu dan menjelaskan kalau pun itu masuk hutan kawasan atau hutan lainya, itu aja kok repot."

Pemerintah dan DPRD serta pihak terkait mestinya tidak melakukan kegaduhan terkait hal ini, sebab menurutnya kehadiran mereka justru memberi solusi bukan mala memperkeruh situasi terhadap aktifitas mafia agraria yang marak dan merajalela di bumi Fagogoru Halmahera Tengah, "tidak ada kegaduhan yang terjadi ketika tidak ada masalah, maka harus nya pihak perusahaan pemerintah, DPRD dan pihak-pihak terkait lainnya berperan aktif dalam mencari solusi, agar mengungkapkan kerja-kerja mafia dalan tabir gelap di kolong langit bumi halmahera tengah." Ungkapnya,"

Tidak hanya itu,  dia mengatakan bahwa yang masuk dalam lingkaran para korporasi saat ini patut dicurigai, sebab adanya propaganda dengan modus prosedur yang dijadikan dalil untuk melindungi kepentingan rakyat, yang seolah-olah mereka telah mengkampanyekan ke permukaan bahwa ada kepentingan rakyat yang dilindungi, karena kata dia, kita tidak mesti percaya begitu saja, pemerintah dan DPRD diam, pihak keamanan bisu dan kelompok2 pemerhati mati tak berdaya, ada apa dibalik semua ini? Rakyat hanya dibuat slogan kepntingan kelompak dan kekuasaan semata, itu fakta dan bukan wacana. Kami percaya lambat cepat rakyat akan merontak dan meluluhlantakan kejahatan berantai ini. "Tegasnya".**(red/rg)