HALTENG - KoranMalut.Co.Id - Keberadaan musik tradisonal yang dikembangkan oleh berbagai kalangan (masyarakat) merupakan wujud nyata kepe...
Tim Redaksi Koran Malut Beberapa saat lalu menemui salah seorang peggiat musik tradisional asal Kab. Halmahera Tengah, dikediamannya di Desa Kobe Gunung, Kec. Weda Tengah. Jenis musik ini merupakan salah satu jenis musik yang diberi nama "Bambu Tada" dan "Tifa Gong" (alat musik tradisional). Sabtu, 16/03/2020.
Fredrik Mamesa namanya, adalah salah seorang pengiat musik tradisional Desa Kobe, Kecamatan. Wada Tengah Halmahera Tengah, Fridrik sendiri telah menekuni (melestrikan) jenis musik lokal ini sudah berpuluh tahun lamanya, Fredrik mendiami desa tersebut sejak berusia 17 tahun, hingga kini fredrik hidup bersama isteri dan anak-anaknya didesa tersebut, situasi ini terbilang sudah berpuluh tahun lamanya.
Kata dia, Dirinya merasa penting ikut melibatkan diri untuk bagaimana mengembangkan dan melestarikan salah satu keberadaan seni musik tradisinal yang sampai saat ini masih dirawatnya, sebut saja "bambu tada".
Jenis musik lokal ini baginya adalah aset lokal yang penting untuk dikembangkan oleh pemerintah daerah. Sebab, menurutnya keberadaan musik ini tentunya sebagai identitas budaya yang perlu mendapat perhatian serius di mata pemerintah daerah tentunya.
Hasil wawancara tim redaksi Koran Malut bersama penggit seni musik traditional. Menuturkan bahwa jenis musik tradisional ini ditemuinya sejak tahun 2000, penemuannya dilakukan bermula sejak tahun 1999 ketika adanya konflik agama 1999, ketika dirinya dan keluarga serta masyarakat desa mengungsikan diri ke belantara hutan untuk mengamankan diri, setibanya di hutan mereka mendiami tempat itu selam kurang lebih setahun lamanya untuk mempertahankan hidup bersama keuarga.
Disadarinya, bahwa situasi tersebut tentu tidak lebih dari sekedar pelarian akibat konflik namun lebih dari itu tentunya memiliki arti yang lebih, penemuan jenis musik Bambu Tada tersebut bermula pada saat fredrik memotong bambu untuk membuat rumah singga dari anyaman bambu, dan tanpa disadari saat itulah Fredrik menemukan bunyi suara bambu tersebut, saat bambu hasil potongan itu dibenturkan ketanah dan keluar bunyi nada (musik) yang kumudian menurutnya bunyi tersebut telah melahirkan seni (nada musik), menutnya bunyi suara "Bulu" itu sesuai dengan ciri khas musik tradinional lain yang dipelihara masyarakat setempat, jenis bunyi alat musik ini dibuat dari bambu dan kayu seadanya dengan peralatan seadanya pula, "kisahnya,"
"Group musik ini saya temui itu sejak tahun 2000 pada saat rusu (konflik agama), pada saat lari ke hutan saya menemukan adanya bunyi bulu itu, karena tempat pelarian (mengunggsi) dibuat dari jenis bulu (bambu), dari situ saya mau kembangkan saya pe nada satu ini dari bunyi bulu."
Selain itu, kata fredrik, Group musik butannya itu beranggotaan sebanyak 12 orang, masing-masing dari mereka dengan bagiannya, "group musik bambu tada Desa Kobe, Kec. Weda Tengah, Group ini ada 12 anggota masing-masing pegang dorang pe alat musik, dan semua alat dibuat dengan alat apa adanya."ungkapnya,"
Fredrik menuturkan, paska rusu (konflik 99) pihaknya diundang pemerintah daerah (tikep) untuk menampilkan beberapa karya-karya terbaiknya, "setelah rusu, pada bulan sembilan saya diminta pemda (tikep) saat itu baru pemindahan untuk menampilkan."
Selain itu, kata fredrik, group musik miliknya juga diundang untuk kegitan kampanye (partai politik) dan acara-acara resmi oleh berbagai kalangan. Itu sebabnya dia percaya keberadaan seni musik ini "bambu tada" menjadi bagian penting untuk dilestarikan, upaya ini baginya adalah mempertahankan nilai kearifan lokal.
Hingga kini, menurut fredrik keberadaan seni musik tradisonal hasil karyanya tidak mendapat perhatian serius pemerintah daerah, hkusunya Halmahera Tengah. Karena itu, pihaknya menyesalkan cara pemerintah untuk memelihara dan melestarikan karya-karya lokal masih sangat minim, "kesalnya,."**(red/rg)