Grid

GRID_STYLE

Breaking News

latest

Pemda Halut Sebut Gubernur Tak Punya Kemampuan Selesaikan Wilayah 6 Desa

TOBELO. KoanMalut.Co.Id -  Sikap Pemda Halmahera Utara (Halut) tehadap statemen pemerintah provinsi Maluku Utara (Malut) terkait Permend...


TOBELO. KoanMalut.Co.Id - Sikap Pemda Halmahera Utara (Halut) tehadap statemen pemerintah provinsi Maluku Utara (Malut) terkait Permendagri nomor 60 tahun 2019 tentang batas daerah antara kabupaten Halmahera Barat dan Halmahera Utara.

Sesuai dengan pemberitaan beberapa media terkait dengan status 6 desa yang berada di kecamatan Kao Teluk Kabupaten Halmahera Utara, dimana saat ini telah diberitakan bahwa diantaranya 4 desa tersebut yaitu Bobane Igo, Akelamo, Tetewang dan Akesahu telah masuk ke wilayah Kabupaten Halmahera Barat.

Kepala Dinas Kominfo dan Persandian Kabupaten Halmahera Utara (Halut), Decky Tawaris mengatakan atas dasar pemberitaan tersebut, Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara menyatakan sikap bahwa Ketidak mampuan Gubernur Maluku Utara dalam menyelesaikan batas wilayah antara Halmahera Utara dan Halmahera Barat sejak tahun 2006, maka Pemprov menyerahkan kembali penyelesaian kepada Kemendagri yang disepakati kedua kabupaten, dengan catatan menerima apapun keputusnnya. " Keputusan Kemendagri harus sesuai peraturan perundang-undangan, tidak boleh bertentangan dengan Undang Undang /Peraturan Pemerintah yang kedudukan hukum lebih tinggi dari Permendagri." Ujar Deky Tawaris, Senin (17/02/2020).

Menurut juru bicara Pemkab Halut, bahwa sebelum Permendagri dipublis, idealnya Pemprov dan kedua kabupaten Halut dan Halbar dipanggil untuk dipaparkan draft Permendagri tersebut, demi menghindari polemik yang berkepanjangan. Tetapi faktanya tidak dilakukan. Artinya Permendagri langsung ditetapkan dan diserahkan kepada Pemprov untuk dilakukan sosialisasi. "Harusnya

Kemendagri mengundang Gubernur dan kedua kabupaten untuk dilakukan sosialisasi sekaligus menyerahkan secara resmi Permendagri 60/2019 ini, tidak boleh perintahkan Pemprov untuk mensosialisasi, karena Pemprov tidak dalam posisi sebagai bagian dari tim pusat penyelesaian batas wilayah yang mengetahui teknis penyusunan dan alasan penentuan titik- titik koordinat batas." Jelasnya.

Ia menambahkan andaikan Pemprov ngotot mau lakukan sosialisasi maka secepatnya dilakukan sosialisasi kepada Pemda kabupaten/tim penyelesaian batas tingkat kabupaten, bukan sosialisasi kepada masyarakat di wilayah 6 desa. Ini Permendagri tentang batas administrasi Halmahera Utara dan Halmahera Barat bukan Permendagri batas 6 desa. Batas Halmahera Utara, Halmahera Barat itu mulai dari desa Apulea Kecamatan Loloda utara sampai ke Desa Pasir Putih Kec Kao Teluk. "Dari segi etika birokrasi, Pemprov harusnya melakukan sosialisasi kepada Pemkab, kemudian Pemkab lanjut lakukan sosialisasi ke kecamatan dan desa-desa di wilayahnya." Ujar Deky.

Lebih lanjut ia mengatakan terkait alasan Pilkada, maka sesungguhnya harus dipahami bahwa yang berkaitan dengan pemilih itu adalah status Keoendudukannya, bukan batas wilayah. Jadi masyarakat tercatat sebagai wajib pilih di wilayah yang sesuai dengan keterangan kependudukan dalam KTP. "Contoh penduduk Halbar boleh tinggal di wilayah Halut, tetapi terkait haknya sebagai pemilih tetap tercatat sebagai pemilih Halbar sesuai KTPnya. Sehingga alasan untuk segera dibentuk desa baru merupakan alasan yang mengada ada. " katanya.

Deky juga menambahkan Pemda Halut menyatakan bahwa sesungguhnya Permendagri 60/2019 bertentangan dengan PP 42/1999 dan UU nomor 1/2003 maupun Permendagri 137/2017. Bahwa ke 3 aturan tersebut menyatakan 6 desa masuk dan merupakan bagian dari wilayah kabupaten Halut, namun faktanya Permendagri 60/2019 menempatkan garis batas yang membagi 6 desa menjadi 2 bagian. " Pemda dan DPRD Halut akan menyampaikan sikap melalui surat yang ditandatangani bersama kepada Kemendagri dalam waktu dekat." Ungkapnya.

Karena itu, mantan Kepala Bapeda Halut ini meminta kearifan dan kedewasaan Pemprov untuk tidak melakukan sosialisasi ke wilayah 6 desa, " kami menyatakan protes terhadap Gubernur yang tidak melibatkan pemda Halut dalam setiap kebijakan terhadap masyarakat 6 desa." tandasnya.

Ia mengaskan ketidakadilan sikap Gubernur/Pemprov kepada Kabupaten Halut, maka apabila jika ada aturan yang memungkinkan Kabupaten untuk memilih berpisah dan bergabung dengan pemprov lain, maka Pemda dan Masyarakat Kabupaten Halut memilih untuk keluar dari Prov Malut dan bergabung dengan Pemprov lain. "Perlu Kami sampaikan bahwa sejengkalpun Halut tidak akan pernah melepaskan atau memberikan 6 desa ke Halbar, dan jika Kemendagri tidak mengakomodir masukan untuk merevisi beberapa titik koordinat pada Permendagri 60/2019 maka kami akan menempuh jalur hukum dengan mengajukan judical review ke PTUN ataupun MK. " tegasnya.**(gf/km)