"Prespektif Hukum Tata Negara" Oleh : Marwan Buka, Ketua LEMHI Malut KoranMalut.Co.Id. - Secara harafiah, kata omnib...
"Prespektif Hukum Tata Negara"
Oleh : Marwan Buka, Ketua LEMHI Malut
|
Sedangkan Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalaui usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan, usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusah, dan investasi pemerintah pusat dan percepatan proyek strategis nasional. [RUU Cipta Kerja] Menurut pakar Hukum Tata Negara Bivitri Savitri, omnibus law diartikan sebagai undang-undang (UU) yang dibuat untuk menyasar isu besar, tujuannya juga untuk mencabut atau mengubah beberapa undang-undang. Tak hanya itu, Berdasarkan defenisi omnibus law cipta lapangan kerja tersebut di atas, maka penulis merasa bahwa dengan Omnibus law cipta cipta kerja ini pemerintah bertujuan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah dan menyederhanakan peraturan agar lebih tepat sasaran.
Reformasi regulasi dilakukan dengan rencana menggulirkan beberapa regulasi dan menerbitkan UU (RUU) Cipta Lapangan Kerja. Dalam omnibus law Cipta Lapangan Kerja ini investasi menjadi “anak emas”. Beberapa peraturan yang dirasakan menghambat iklim investasi direvisi karena tidak sejalan dengan paradigma pertumbuhan yang sedang diemban.
Omnibus law Cipta Lapangan Kerja merupakan upaya ekstra pemerintah untuk mewujudkan ekosistem ketenagakerjaan yang lebih baik dan fleksibel bagi investasi. Jadi Omnibus law Cipta Lapangan Kerja dalam logika pemerintah hadir dengan tujuan memperbaiki regulasi dalam rangka meningkatkan iklim dan daya saing investasi.
Belum lagi pemerintah harus menjaga hubungan ketergantungan dengan investor, agar tidak menjadi hubungan ketergantungan yang bersifat berat sebelah.
Jika pemerintah terlalu “lemah” dihadapan investor, dapat dibayangkan nasib buruh yang dalam posisi subordinat dalam sebuah relasi industrial mengharapkan perlindungan dari pemerintah : buruh lemah di hadapan pemerintah, pemerintah lemah di hadapan investor.
Indonesia sebagai Negara berkembang belum mampu untuk menerapkan system Omnibus law cipta lapangan kerja, di sisi lain omnibus law ini banyak diterapkan di negara-negara Comon Law seperti Amerika Serikat. sementara Indonesia menganut system Civil Law.
Sebab pembentukan omnibus law Cipta Lapangan Kerja tidak hanya sekedar berbicara tentang ” titik koma”, tetapi juga berbicara tentang politik hukumnya, dengan dukungan teori hukum dan dasar filosofi yang kuat serta memperhatikan realitas sosial yang ada. Sejak awal, rancangan omnibus law Cipta Lapangan Kerja harus transparan, melibatkan stakeholders karena mereka itulah nanti yang akan melaksanakan dan menerima akibat dari kebijakan tersebut, sehingga masukan justru harus dari mereka supaya ada rasa memiliki atas kebijakan tersebut dan pada akhirnya mengimplementasikannya.
Pemerintah juga Perlu memperhatikan faktor pendukung dan penghambat bekerjanya omnibus law Cipta Lapangan Kerja nantinya. Tanpa itu, sebagus apapun
Omnibus La, Cipta Lapangan Kerja nantinya hanya indah di atas kertas dan sekedar jadi mimpi yang sulit diwujudkan. [Ari Hernawan]
Politik Hukum Kebijakan terkait dengan ketenagakerjaan adalah kebijakan yang sifatnya populis, menyentuh nasib banyak orang, karena itu memiliki sensitifitas yang tinggi. Omnibus law Cipta Lapangan Kerja yang salah satunya bersinggungan dengan klaster ketenagakerjaan, oleh karena itu sejak tahap perencanaaannya harus matang, memenuhi asas dan teknik pembuatan peraturan perundang-undanagan.
Hukum dalam arti sempit peraturan perundang-undangan, termasuk omnibus law Cipta Lapangan Kerja nantinya, memiliki titik rentan di semua fase. Mulai dari legislasi, regulasi, implementasi, sampai eksekusi menawarkan persoalan dan tantangan tersendiri. Aksi riil buruh menyoal kehadiran omnibus law, termasuk perdebatan mengenai materi klaster ketenagakerjaan didalamnya, merupakan contoh yang nyata jika omnibus law cipta lapangan kerja buka satu-satunya solusi terbaik untuk kita.
Disisi lain pembentukan omnibus law Cipta Lapangan Kerja tidak hanya sekedar berbicara tentang ” titik koma”, tetapi juga berbicara tentang politik hukumnya, dengan dukungan teori hukum dan dasar filosofi yang kuat serta memperhatikan realitas sosial yang ada.
Situasi ini semakin menjepit rezim saat ini, ketersediaan yang sanggat terbatas berhadapan dengan tuntutan pembangunan yang sangat mendesak. membuka ruang bagi keterlibata investor sala satu solusi, alternatif untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Namun pernyataan modal oleh investor harus di sertai dengan perdampingan tenaga provesional yang di sediakan oleh investor . Sehingga sebagai syarat mendapatkan investor harus berpaket dengan tenaga kerja yang di sediakan
Closing Statmen : Keiginanan membentuk omnibus law yang terlihat buru-buru tanpa didasari kajian matang dan mendalam akan berujung sia-sia, belum lagi, jika omnibus law diterapkan justru malah menimbulkan persoalan baru dalam system peraturan perundang-
undangan. Penulis merasa bahwa omnibus law cipta lapangan kerja bukan solusi terbaik dan khawatir ini malah akan terjadi ketidakpastian hokum dan menyulitkan kita semua.**(red)