TOBELO. KoranMalut.Co.Id - Permasalahan enam desa yang masih diperdebatkan antara halmahera utara (halut) dan Halmahera Barat (halbar), ju...
Untuk pembahasan masalah tersebut, GP Ansor melibatkan KPU dan Bawaslu serta perwakilan Anggota DPRD, sebagai pembicara. Ini dalam dialog rangkaian kegiatan Konferensi Cabang (Konfercab) II dan Diklat Terpadu Dasar (DTD) I GP Ansor Halut, Selasa (18/2) kemarin, di Gedung Serba Guna Tobelo.
Dalam dialog yang bertajuk "Menakar Daftar Pemilih di 6 Desa Halut dan Halbar Dalam Pilkada 2020" ini, masing-masing pembicara yang dilibatkan menyampaikan sesuai dengan tupoksi yang dimiliki.
Komisioner KPU Halut, Irham Puni, misalnya dalam kesempatan itu mengungkapkan, pihaknya dari KPU mendapatkan 2 dokumen berupa 2 KTP. Sehingga, mereka akan melakukan koordinasi dengan Pemda terkait temuan dokumen yang dimiliki.
"Kita Giring ke pemerintah daerah dalam hal ini Capil. Sehingga bisa ditetapkan berada di wilayah mana," kata Ketua Divisi Program dan Data KPU ini.
Dalam pencocokan itu, Irham memastikan, Capil menggunakan sistem online. Sehingga pemilih yang berada di 6 desa tersebut bisa terdeteksi sesuai data yang dimiliki. Maka dengan itu sudah otomatis berada di wilayah sesuai dengan data yang tercantum.
"Agar supaya dalam penyelenggaraan Pilkada di enam desa tersebut harus terstruktur. Kita saat ini juga sudah masuk dalam sistem online dalam melacak data-data terhadap warga di enam desa,"ucapnya.
Sementara itu, Kordiv PHL Bawaslu Halut, Ahmad Idris, menambahkan, terkait soal batas wilayah menjadi ranah Pemerintah. Hanya saja, terkait dengan penyelenggaraan Pilkada, untuk wilayah enam desa, baik penyelenggara maupun pengawasan hanya dibentuk oleh Halut.
"Bawaslu dan KPU akan melaksanakan tugas-tugas dengan baik, terkait dengan batas wilayah itu bisa diselesaikan oleh pemerintah daerah," katanya.
Yusri Bailussy, mewakili Anggota DPRD Halut, mengatakan, untuk masalah enam desa sudah tidak menjadi problem, karena bisa dilihat dalam lampiran. Dimana 6 desa masuk dalam kabupaten Halut.
"Itu artinya dari sisi normatif itu tidak masalah. Ini hanya soal kepentingan oleh elit-elit politik,"katanya.
Yusri juga menuding, masalah ini hangat diperbincangkan karena ada pernyataan dari gubernur bahwa akan dibentuk desa baru dengan Kodevikasi desa baru yang di terbitkan oleh Kemendagri. namun, jika berbicara masalah desa maka dilihat tentang undang-undang desa serta syarat-syaratnya.
Yusri menambahkan bahwa permasalahan ini adalah kepentingan politik. Dimana, ruang yang menjadikan masyarakat sebagai objek politik. sehingga, dia berharap, para elit politik agar tidak lagi menjadikan enam desa sebagai objek politik.**(red)