Grid

GRID_STYLE

Breaking News

latest

Masyarakat Enam Desa Tegaskan, DPRD Halbar Secepatnya Koordinasikan Ke Pemda

JAILOLO. KoranMalut. Co.Id - Baru-baru ini masyarakat enam desa versi kabupaten halmahera barat yakni, Desa Bobaneigo, Desa tetewang, desa...

JAILOLO. KoranMalut. Co.Id - Baru-baru ini masyarakat enam desa versi kabupaten halmahera barat yakni, Desa Bobaneigo, Desa tetewang, desa DumDum, desa pasir putih, Desa ake sahu dan Desa akelamo kao dengan tegas menolak peraturan menteri dalam negeri (Permendagri) nomor 60 tahun 2019 tentang pembagian batas wilayah kabupaten halmahera barat dan kabupaten halmahera utara (halbar-halut).

Sikap penolakan ini dituntujukan masyarakat saat melakukan Herring dengan Komisi I DPRD Kabupaten Halmahera Barat di ruang rapat DPRD Halbar, Senin (02/12/2019).

Kepala desa Bubaneigo Abdullah Fara yang mana sebagai Koordinator Masyarakat Enam Desa Abdulah Farah usai hering mengatakan, masyarakat enam desa tidak puas dengan permendagri yang secara tidak langsung disusun tidak sesuai dengan Verifikasi faktual tim dari mendagri bersama masyarakat, sehingga saat permendagri nomor 60 tahun 2019 ini diterbitkan masyarakat enam desa merasa sangat di rugikan.

"Kita berharap agar penyusunan permendagri itu sesuai dengan fakta lapangan, kan tim melakukan verifikasi faktual itu bersama masyarakat, dan apa yang di mintai oleh tim semuanya di ketahui oleh masyarakat, namun secara fakta dalam permendagri kami merasa ada keganjalan sehingga ini perlu di tinjau kembali," ujarnya.

Abdulah menegaskan, DPRD Halbar secepatnya berkoordinasi dengan pemerintah Halbar untuk di sampaikan kepada pemerintah provinsi agar Permendagri sebelum di sosialisasikan harus di teliti dengan baik, sebab ada haI-hal urgen yang harus di teliti.

"Yang susun permendagri ini orang Jakarta yang tidak tahu kondisi wilayah enam desa, kok sudah di verifikasi malah rancuh seperti itu, kami menolak secara tegas dan harus tinjau kembali," cetusnya.

Sementara itu, Camat Jailolo Timur Awad Lolory kepada wartawan berharap, Pemerintah Provinsi dapat membijaki persoalan ini dengan baik sehingga tidak terjadi konflik di enam desa.

"Saya berharap agar hal ini di selesaikan secepatnya, sebab lahirnya Permendagri ini belum di konsumsi oleh seluruh masyarakat, bagaimana kalau sudah terekspos Ialu masyarakat tidak puas dan saat pemerintah provinsi melakukan sosialisasi dan terjadi konflik ini saya tidak menjamin, sebab itu kehadiran sejumlah tokoh masyarakat enam desa ini untuk meminta kepada DPRD Halbar segera melakukan koordinasi dan secepatnya diselesaikan," tuturnya.

Terpisah, Ketua Komisi I DPRD Halbar Djufri Muhammad mengatakan, prinsipnya masyarakat bingung dengan lahirnya permendagri nomor 60 tahun 2019 tersebut, ada hal hal pada titik kordinat yang dipandang tidak sesuai dengan fakta pada lapangan, karena dalam verifikasi faktual tim dari mendagri disaksikan masyarakat dan saat lahirnya permendagri dianggap rancuh dan tidak sesuai,

"Jadi pembagian dua desa masuk Halut dan empat desa masuk Halbar secara fakta sangat merugikan bagi masyarakat, dan pembagian pemukiman juga yang di tetapkan dalam titik koordinat itu sebenarnya masuk Halbar bukan Halut. Sehingga ada sedikit keberatan dari masyarakat enam desa ini, mereka meminta kepada komisi I untuk di tindaklanjuti keluhan masyarakat ini kepada pemerintah provinsi, nantinya di tugaskan untuk melakukan sosilisasi Permendagri nomor 60 tahun 2019 ini di enam desa nanti," ucap Djufri.

Menurut Djufri Komisi I pada prinsipnya akan berupaya berkonsultasi dengan Pemda Halbar untuk mencari Iangkah selanjutnya untuk menyelesaikan.

"Prinsipnya selaku institusi DPRD tetap menghormati permendagri tersebut sebab ini adalah produk dari pemerintah pusat, akan tetapi kita juga tetap mempertimbangkan sikap masyarakat yang berkembang hari ini, dalam pertemuan tadi juga kami sudah sampaikan kepada masyarakat agar tetap menjaga kestabilan dan keamanan, jangan membuat kegaduhan kita tunggu saja tim yang turun untuk melakukan sosialisasi baru jelas di situ," tutupnya.**(ege)