TERNATE, KoranMalut.Co.Id - Keluarga Sotjipto Sibit akhirnya berhasil mengkosongkan rumah bersertifikat bersertifikat Nomor 4 tanggal 29 ...
Pengosongan rumah berlantai satu yang sementara ditempati keluarga Umar Bopeng terpaksa dilakukan karena tanah dan bangunan itu merupakan hibah dari orang tua Umar Bopeng kepada kakaknya, Idrus. Setelah proses pengalihan hak, Idrus kemudian menjual kepada Sutjipto Sibit pada tanggal 16 Februari 1982.
Meski sempat terjadi keributan ketika Ny. J. Swandayani Missy Missy istri sah Sotjipto Sibit beserta anaknya Roy Sibit dan keluarga datang menerobos masuk ke kedalam rumah berteriak dan mengangkat semua barang-barang seperti peralatan dapur, meja, kursi, lemari, laptop, televisi dan sejumlah barang-barang lainnya milik keluarga Umar Bopeng.
Upaya pengosongan yang dilakukan oleh keluarga Sutjipto Sibit, sempat dihalangi oleh keluarga Umar Bopeng, Namun istri Sotjipto Sibit dan beserta anaknya dan keluarga tetap mengeluarkan barang-barang milik keluarga Umar Bopeng dari dalam rumah.
“Keluarga Umar Bopeng tidak berhak menempati rumah kami, karena rumah tersebut sertifikatnya masih atas nama suami saya. Kami sudah cukup memeberikan toleransi kepada kelaurga Umar Bopeng, namun sampai saat ini tidak bisa membuktikan bahwa rumah tersebut sah milik mereka,”ungkap istri Sotjipto Sibit Ny. J. Swandayani Missy yang didampingi anaknya Roy Sibit, saat melakukan pengosongan rumah yang ditempati keluarga Umar Bopeng.
J. Swandayani Missy mengatakan pengosongan rumah terpaksa dilakukan karena sejauh ini Umar Bopeng dan keluarganya dinilai tidak ada niat baik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Padahal kata dia penyelesaian sengketa rumah ini, sudah dimediasi oleh berbagai pihak.
“Sebelum kami mengkosongkan rumah, sudah hamper empat bulan kami minta mereka membatalkan sertifikat kami dan menunjukan bukti-bukti terkait kepemilikan rumah ini, namun sangat disayangkan mereka hanya bisa buktikan hanya putusan Mahkamah Agung yang belum ada putusan tetap,”ujar J. Swandayani Missy.
Lanjut dia, Umar Bopeng dan keluarganya dinilai tidak berhak atas tanah dan bangunan tersebut karena hamper 20 tahun mereka menempati rumah ini, sebagai pemilik sah dengan pemegang sertifikat hak milik Nomor 4 tanggal 29 Mei 1982 atas nama Soetjipto Sibit.
Dia menambahkan, selain melakukan pengosongan rumah dirinya bersama anaknya juga membuat laporan kepada pihak kepolisian setempat terkait pengosongan.
Sebagaimana diketahui, sengketa perdata hak kepemilikan tanah dan rumah nomor 159 di jalan Hasan Esa, Kelurahan Takoma, Kota Ternate belum berakhir walaupun Umar Bopeng mengklaim memiliki. Sebab itu keluarga Soetjipto Sibit, Senin (04/03) malam lalu meminta penghuni yang tak lain keluarga Umar Bopeng segera mengosongkan rumah.
Keluarga Soetjipto Sibit menilai, status lahan dan rumah masih status quo merujuk putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 3812/K/Pdt/1989 yang dimenangkan pihak penggugat (Umar Bopeng cs). Namun selama lebih kurang 30 tahun, pengadilan tidak bisa mengeksekusi putusan MA.
Soetjipto Sibit yang mengantongi dokumen hak kepemilikan sejak tanah yang dibeli pada tanggal 16 Februari 1982 dari Idrus Bopeng yang tak lain kakak Umar Bopeng sesuai gambar situasi Nomor 7/SPT/B.II/1980 dan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Maluku Nomor 288/HM/80 tanggal 9 Juli 1980. Pengalihan hak melalui diurus Idrus hingga keluarnya sertifikat Nomor 4 tanggal 29 Mei 1982 atas nama Soetjipto Sibit.
Namun Umar Bopeng tetap bertahan ketika keluarga Soetjipto Sibit melalui isteri Soetjipto, Ny. J. Swandayani Missy dan puternya, Roy meminta rumah dikosongkan karena hendak digembok. Umar Bopeng dan isterinya, Husni Bopeng datang ke rumah membawa kuasa hukumnya.
Umar Bopeng mengklaim menang putusan MA, karena ada poin-poin dalam putusan MA menyebutkan, bahwa semenjak putusan MA, maka seluruh dokumen, termasuk sertifikat hak milik atas nama Soetjipto Sibit gugur atau batal.
Sementara Keluarga Soetjipto Sibit punya dasar kuat, bahwa sepanjang putusan MA tahun 1989 lalu itu belum ada berita acara eksekusi, maka rumah dan tanah sesuai sertifikat Nomor 4 tanggal 29 Mei 1982 dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Maluku Utara masih menjadi hak Soetjipto SIbit.**(red/km)