H.Rustam Nur, S.Hut,M.Si.(Mantan Kadis Kehutanan Kab. Halmahera Timur) KoranMalut.Co.Id - Ada anggapan umum yang mengatakan bahwa pemba...
H.Rustam Nur, S.Hut,M.Si.(Mantan Kadis Kehutanan Kab. Halmahera Timur) |
Ketika infrastruktur dibangun, seringkali lingkungan ekosistem tertentu harus digusur. Setiap kali lahan pertanian atau perkebunan dibuka, areal hutan perlu diratakan. Di saat pertambangan dilakukan, tanah dan lingkungan di sekitarnya akan rusak dan tercemar limbah. Begitu seterusnya.
Padahal, anggapan dan kenyataan ini tidak perlu selalu berlaku. Ada banyak strategi yang bisa dilakukan agar pengembangan ekonomi demi kesejahteraan rakyat dapat terus didorong, tanpa perlu mengorbankan kepentingan kelestarian lingkungan. Dalam hal kehutanan, ada konsep bernama "Perhutanan Sosial". Sebuah konsep yang bisa menjembatani pengembangan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
Salah satu tujuan perhutanan sosial adalah untuk mengentaskan kemiskinan dan sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan. Agar tujuan ini tercapai, diperlukan keterlibatan berbagai pihak termasuk di luar sektor kehutanan untuk dapat melakukan pengembangan kelembagaan usaha, peningkatan kualitas produk dan pemasaran hasil hutan.
Secara umum, ada lima skema implementasi dalam konsep perhutanan sosial:
Pertama, adalah Skema Hutan Desa, yakni hutan negara yang hak pengelolaannya diberikan kepada lembaga desa untuk kesejahteraan desa.
Kedua, Hutan Kemasyarakatan yaitu hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat.
Ketiga, adalah Hutan Tanaman Rakyat, yaitu hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur demi menjamin kelestarian hutan.
Keempat adalah Hutan Adat, yakni hutan yang terletak di dalam wilayah masyarakat Hutan Adat.
Kelima adalah sistem kemitraan hutan, yakni kerja sama masyarakat setempat dalam pengelolaan hutan, pemegang izin usaha pemanfaatan hutan, jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan atau pemegang izin usaha industri primer hasil hutan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) pada Oktober 2018 lalu, telah menandatangani SK terkait dengan Perhutanan Sosial (PS) di Provinsi Maluku Utara Dalam SK tersebut diterbitkan 32 izin kelola kawasan oleh masyarakat seluas 36.042 hektare (ha), Ini terbagi dalam tiga skema yakni, 19 SK Hutan Desa (HD) seluas 13.269 ha, 9 SK Hutan Kemasyarakatan (HKm) seluas 3.335 ha, dan empat SK Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas 19.438 ha.(Sumber data Balai PSKL Maluku-Papua).
Pemerintah Maluku Utara juga akan melaksanakannya dan mendukung program Perhutanan Sosial (PS) melalui proses percepatan Akses Kelola Perhutanan Sosial (PS) di Provinsi Maluku Utara.
Solusi untuk Pemerintah dalam hal ini Pemerintah Daerah dalam penerbitan izin perhutanan sosial harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas pengelolaan dan rencana bisnis sederhana tapi matang.
Selain itu, masyarakat yang mendapat hak kelola harus siap dengan rencana usaha dalam perhutanan sosial tersebut, baik untuk usaha jangka panjang maupun jangka pendek.
Bukan hanya akses masyarakat yang harus diperhatikan, namun tindak lanjut setelah akses diberikan adalah penguatan kapasitas masyarakat untuk kelola hutan dan perencanaan bisnisnya, terutama bisnis produk hasil hutan nonkayu yang secara akumulatif nilainya jauh lebih besar dari kayu.
Dalam kaitan itu, perlu terus mendorong adanya hak kelola dalam perhutanan sosial yang perlu diterjemahkan dalam rencana bisnis, sehingga masyarakat bisa merasakan manfaatnya jangka pendek dan panjang.
Manajemen pengelolaan yang baik akan memungkinkan tercapainya tiga tujuan penting perhutanan sosial, yakni ekologi, ekonomi, dan sosial. Secara ekologi masyarakat berperan dalam pelestarian hutan, secara ekonomi meningkat kesejahteraannya, dan secara sosial mereka pun mandiri.
Kemampuan masyarakat di dalam dan sekitar hutan dalam pengelolaan kawasan hutan beserta pemanfaatannya ekonominya secara lestari menjadi kunci penting kesuksesan program perhutanan sosial. Oleh karena itu, di samping memberikan akses kelola sumber daya hutan, pemerintah dan semua lembaga terkait perlu untuk menyiapkan dukungan keterampilan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan dalam mengolah produk dan jasa hutan untuk kesejahteraan mereka, No Forest No Future.**(red)