KoranMalut.Co.Id - Interaksi Islam dengan tradisi lokal suku Buton terjadi sejak masuknya Islam di Buton, sehingga perpaduan ajaran Islam da...
KoranMalut.Co.Id - Interaksi Islam dengan tradisi lokal suku Buton terjadi sejak masuknya Islam di Buton, sehingga perpaduan ajaran Islam dan tradisi perkawinan adat dalam praktek hidup orang Buton masih terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya hingga saat ini. Prosesi perkawinan dalam tradisi masyarakat Buton mengenal beberapa tahapan yang harus dilalui oleh setiap masyarakat sebelum sampai pada acara perkawinan. Prosesi perkawinan mempunyai aspek yang sangat penting dalam membangun kehidupan rumah tangga untuk mencapai kebahagiaan yang “Sakinah mawaddah warahmah”.
Perkawinan merupakan sunnatullah dan berlaku pada semua makhluk, terutama manusia beragama merupakan cara yang dipilih oleh Allah SWT, sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembangbiak dan melestarikan hidupnya. Allah Swt berfirman dalam Q.S. An-Nisa ayat 1 yang artinya: Wahai manusia! Bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam) dan Allah menciptakan pasangannya (Hawa) dari dirinya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertaqwalah kepada Allah yang dengan nama-NYA kamu saling meminta dan peliharalah hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.
Memahami dan mengenang bagaimana asimilasi tradisi prosesi perkawinan adat masyarakat Buton dan hubungannya dengan ajaran Islam dapat kita ikuti prosesi pernikahan ananda “ dr Yuyun Anissa Binti Jamian Kolengsusu dengan dr Suman Bin Jaro.
Prosesi perkawinan menurut adat suku buton yang diperankan oleh “dr Yuyun Binti Jamian Kolengsusu” dilakukan melalui jalur phobaisa dengan acara losa (lamaran) yang dilakukan antara para tetua adat keluarga dr Suman Jaro untuk mencapai persetujuan antara dua belah pihak. Sistem perkawinan adat jalur Phobaisa merupakan bentuk perkawinan yang paling ideal karena dilaksanakan menurut prosedur-prosedur dan protokoler adat Buton yang resmi dan dilakukan secara terbuka.
Hasil musyawarah para tetua adat memutuskan mahar ananda dr Yuyun Anissa Binti Jamian yang harus diberikan oleh ananda dr Suman bin Jaro sebesar 45 bhoka atau setara dengan Rp. 2.700.000,- (hitungan 1 bhoka = Rp. 60.000,-). Mahar adalah sesuatu harta yang bersifat wajib untuk diserahkan oleh pihak pengantin laki-laki kepada pihak perempuan yang bakal menjadi istrinya. Bhoka adalah satuan nilai mata uang untuk mengukur status sosial dalam penentuan mahar perkawinan masyarakat Buton Sulawesi Tenggara. Selain mahar, pengantin laki-laki diharuskan membawa uang popolo dan kain putih yang diletakkan pada suatu kotak yang disebut Lengka Lawa. Lengka Lawa sebagai syarati kamohanea yang dibawah oleh pengantin pria dan akan diperiksa kelengkapannya oleh tetua adat keluarga pengantin perempuan. Lengkalawa mengandung maksud agar tidak ada halangan atau rintangan yang berasal dari pihak pengantin wanita kepada pengantin pria.
Saat rombongan lenggalawa tiba didepan pintu diawali dengan kaphanti atau pantun yang diungkapkan oleh seorang utusan dan akan dibalas oleh tuan rumah. Kaphanti merupakan tanda salam dan adanya sambutan bahwa pengantin laki-laki telah tiba ditempat acara pernikahan. Kaphanti yang diungkapkan oleh utusan rombangan lengka lawa dari pihak laki-laki berbunyi:
Assalamualaikum wainna mai waamma...
Inte ii dhaowa phalu kamaa...
Phawa dhoe lembar ahacunoo...
Imphae pintu kaanamiu sami hokolo...
To Phawa lengkalawa syarat kamohanea...
Selanjutnya, kaphanti yang diungkapkan oleh tuan rumah sebagai penjaga pintu pengantin perempuan berbunyi:
Walaikumsalam phonto lengkalawa...
Kaana mami dhorua pintuno...
Pintu rope ii soana mai pintu rope ii sombali...
Ane simiu phawa syarati kamohanea...
Pha’ majo epo jawara miu ara too itae kamohaneano...
Pantun dari pihak pria merupakan bentuk penghormatan kepada keluarga perempuan bahwa rombongan lengka lawa telah tiba di tempat acara sehingga menanyakan pintu masuk untuk membawa pengantin laki-laki. Sebaliknya, pantun balasan dari pihak perempuan memberikan penghargaan kepada rombongan lengka lawa untuk memasuki tempat pernikahan, namun sebelumnya diberikan tantangan agar hadapi terlebih dahulu para palang pintu (pesilat) yang telah dipersiapkan.
Filosofi sambutan kaphanti (pantun) memberikan isyarat adanya salam dan sapa sebagai bentuk basa-basi dalam mengarungi kehidupan rumah tangga antara ananda Yuyun dan ananda Suman yang direstui oleh semua keluarga antara dua belah pihak.
Menerima permintaan tuan rumah, rombongan pengantin pria memajukan jawara yang telah dipersiapkan untuk melayani tantangan palang pintu (pesilat buton) tuan rumah. Filosofi sambutan silat buton menurut adat masyarakat Buton untuk menguji ketahanan calon suami sebagai pemimpin rumah tangga dan membuktikan bagaimana upaya calon suami dapat menghadapi hambatan dan tantangan hidup berumah tangga.
Setelah pesilat dua belah pihak menjalin kebersamaan, menggambarkan bahwa kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan dalam suatu ikatan keluarga besar. Akibatnya, Phonto rombongan pengantin pria dipersilahkan untuk menyerahkan lengkalawa untuk diperiksa oleh kepala adat pihak perempuan. Setelah lengkalawa dinyatakan memenuhi syarat kamohanea, maka kepala adat keluarga perempuan membagikan uang popolo kepada yang berhak menerimanya dan mereka akan bertanggungjawab untuk menjadi penasehat bagi pasangan rumah tangga jika terjadi sesuatu dikemudian hari.
Setelah terjadinya ijab kabul, maka ananda Suman Jaro telah resmi menjadi suami bagi ananda Yuyun Anissa binti Jamian Kolengsusu, dan ananda Suman Jaro patut ditemani tiga orang phisa untuk dipertemukan dengan istri pilihan hatinya. Para Phisa ini berfungsi sebagai pembimbing bagi ananda Suman Jaro untuk memahami bagaimana pertanggungjawaban dalam membina rumah tangga.
Di depan pintu kamar pengantin wanita, ananda Suman bin Jaro sebagai suami ananda Yuyun Anissa disambut oleh Ibu dan Bapak Mertua untuk mencuci kakinya yang selanjutnya dibelut dengan selembar kain laki-laki buton. Prosesi cuci kaki sebagai tanda bahwa dengan hati yang suci dan sambutan ikhlas bersedia dipanggil wa inna may wa amma. Di kamar ananda Yuyun Anissa, phisa akan menuntun ananda Suman Jaro sebagai suami untuk melakukan prosesi pembatalan wudhu pertanda bahwa ananda Yuyun Anissa telah halal karena Allah SWT sebagai istrinya yang sah menurut hukum dan agama. Setelah prosesi bathal wudhu, kedua mempelai melakukan prosesi pakandea (makan bersama) yang didampingi oleh para phisa. Pakandea (makan bersama) merupakan pertemuan pertama antara pengantin pria dan pengantin wanita sehingga terjadinya saling sapa yang menunjukkan bahwa mereka telah resmi bergaul sebagai suami istri.
Manuju kursi pelaminan ananda dr Suman bin Jaro dan dr Yuyun Anissa binti Jamian Kolengsusu dijemput oleh para dayang-dayang dengan gerakan tarian pangibi mengantarkan mereka ke pelaminan untuk menerima ucapan selamat dan doa restu dari para tamu undangan sekalian. Tarian pangibi atau tarian lariange yang perankan oleh pasangan gadis dan pemuda masyarakat Buton merupakan tanda kebahagiaan kedua keluarga yang telah bersatu melalui pernikahan dan perkawinan. Demikian prosesi pernikahan adat masyarakat suku buton di Maluku Utara yang dikemas oleh pengurus Kerukunan Keluarga Sulawesi Tenggara (KKST) Kota Ternate dan Provinsi Maluku Utara.**(red)
Tidak ada komentar